SEATAP | Jogja Planning Gallery

Architect
  • Videshiiya
Location

Yogyakarta

Area
Status

Proposal | Top 10 Competition Submission

Year

2022

Designers
  • Stephanus Theo
  • Russelin Edhyati
  • Niniek Febriany
  • Eka Ramadhany
  • Elly Mariana Dewi
  • Sekar Wangi Dwikarini
  • Gilang Rizki Fauzi Putra
  • Ufia Salaswari

Proyek ini merupakan proposal sayembara untuk Jogja Planning Gallery, Kota Yogyakarta. Videshiiya masuk dalam daftar top 10 sayembara ini.

3

Aksis Debarkasi Ruang Kota & Sejarah

Kota muncul dalam sejarah peradaban setidaknya sejak 6.500 tahun yang lalu. Menurut bukti-bukti arkeologis, dalam bentuk dokumen tertulis maupun bukti fisik dan prasasti, Kota Uruk di Mesopotamia telah ada sejak antara 4.500 sampai 3.100 SM.

Asal usul Kota Yogyakarta sendiri tidak berawal di tempat ia berada sekarang. Sejarahnya bermula dari peradaban Mataram kuno yang didirikan oleh Sanjaya. Dulu kerajaannya disebut “Medang I Bhumi Mataram” sesuai yang tertulis pada prasasti Mantyasih.
Peradaban Mataram Kuno sempat hilang secara misterius pada tahun 1.006 Masehi. Ketika hadir dan dibangun kembali di hutan yang disebut alas Mentaok (sekarang Kotagede), Mataram telah menjadi kesultanan yang dipimpin oleh Sutawijaya.

Ibukota pusat pemerintahan Kesultanan Mataram ini terus berpindah, dari Kerto-Pleret di wilayah Kabupaten Bantul saat ini, kemudian sempat pula ke Kartasura, yang kini masuk di wilayah Kabupaten Sukoharjo. Baru pada tahun 1756, Kota Yogyakarta didirikan setelah pemberontakan Pangeran Mangkubumi yang kemudian menata suatu wilayah di lembah tiga sungai, yaitu Winongo, Code, dan Gajahwong melalui metode aksis; Utara-Selatan yaitu antara Merapi-Parangtritis atau Tugu-Panggung Krapyak, dan Barat-Timur yaitu antara Kali Winongo-Kali Code-Kali Gajah Wong. Metode yang kami daur ulang dalam mendesain Seatap.

Terlupakan Secara Sistematis

Berbagai konteks tentang daerah yang memiliki jejak Mataram lama, seringkali terlupakan dan hanya menjadi bagian dari daerah wisata yang jarang dikunjungi.
Menurut Data Statistik Kepariwisataan DIY 2020, Length of Stay dari tahun 2016 – 2020 hanya berkisar antara 1.55 – 2.68 hari, artinya wisatawan harus memilih obyek-obyek wisata sekaligus memahami Yogyakarta dalam waktu yang sangat singkat. Bila melihat data, Kotagede yang merupakan pusat kerajaan Mataram Islam yang menjadi cikal bakal Kesultanan Yogyakarta tidak termasuk obyek wisata yang popular dengan jumlah pengunjung hanya 5% dari jumlah pengunjung Keraton. Obyek wisata lainnya seperti Masjid Gede, bahkan hanya dikunjungi oleh 68 orang pada tahun 2020. Contoh lain lagi adalah Puro Pakualaman yang hanya dikunjungi oleh 7.459 wisatawan pada tahun 2018, hanya 1.4% dari jumlah pengunjung Keraton. Beberapa situs lainnya, seperti Watu Gilang yang merupakan bekas tahta Panembahan Senopati saat pusat pemerintahan masih di Kotagede, situs Kerto dan situs Pleret bahkan tidak masuk dalam data statistik kepariwisataan.

diagram 2

Aksis Cerita dan Sejarah

Lahan Jogja Planning Gallery kini berada di Sumbu Filosofi, pusat kekuasaan. Karenanya penting bagi lahan ini untuk berbagi kuasa, memberi ruang bagi cerita yang lengkap dan terintegrasi, agar Yogyakarta bisa bisa dipahami secara lengkap. Cerita yang menyeluruh ini tidak hanya punya maksud etis, namun juga bermaksud untuk mempromosikan berbagai obyek/area wisata yang bisa ditelusuri sesuai dengan kerangka waktu Kerajaan Mataram Kuno sampai dengan Mataram Islam kini.

Aksis Ruang dan Berbagai Skala Kota

Melalui berbagai Aksis, Seatap memiliki berbagai koridor yang menyatukan (cerita) dan memisahkan (massa) di saat yang bersamaan. Berbagai skala ruang kota diterapkan pada koridor, massa bangunan, maupun taman berundak, memberi gambaran untuk dinamika ruang yang ada di Yogyakarta, baik itu koridor kampung, sebuah area yang monumental-sakral seperti Sumur Gumuling, maupun ruang alam terbuka seperti Merapi.

Aksis Bertemu dan Bertamu Pada Sumbu Filosofi

Luas RTH yang tersedia di Kota Yogyakarta saat ini hanya 601.64 Ha (18.51%) sehingga masih perlu menambahkan luas RTH sebesar 373.36 Ha (11.49%). Untuk memenuhi penyediaan RTH minimal 30%, maka Seatap ikut berkontribusi pada penyediaan hal ini dengan cara meniadakan pagar dan menyediakan ruang terbuka hijau di tengah-tengah sibuknya dan sakralnya Sumbu Filosofi Jogja. Ia menjadi ruang bertemu antara manusia dan antara manusia dengan alam sekaligus ruang menyambut tamu-tamu yang datang ke Yogyakarta, 24 jam sehari, 7 hari seminggu.

Aksis Keragaman dan Pertemuan Masa

Yogyakarta sudah sejak lama menjadi kota yang berhasil menyeimbangkan dinamika budaya, tradisi, dan modernisasi. Ia menjadi bertemunya masa lalu dan masa depan, dan melalui berbagai garis aksis di Seatap, maka arsitekturnya pun bertransformasi menjadi bentuk yang memuja keragaman, sehingga masyarakat bisa memilih wajah arsitektur yang sesuai dengan sifat kota yang sehat secara sosial: sama-sama heterogen.

diagram

tampak tampak

tampak tampak 2

potomngan